KH. Achmad Siddiq (1926-1991) inilah pemrakasa gerakan kembali ke khitthah NU 1926 yang diputuskan di Munas Alim Ulama 1983 Situbondo. Ide-ide segar tentang pembaruan NU banyak bermunculan dari beliau. Pemikiran-pemikiran KH. Achmad Siddiq diantaranya adalah: pertama, KH. Achmad Siddiq mampu merumuskan secara jelas hubungan antara Islam dan Pancasila yang saat itu menjadi isu kontroversial dan hampir semua kalangan di negeri ini menolaknya kecuali beberapa tokoh yang salah satu di antaranya adalah KH. Achmad Siddiq.

Dalam masalah ini, KH. Achmad Siddiq menjelaskan secara jernih bahwa Islam adalah agama dan Pancasila hanyalah sebuah ideologi. Agama dan Pancasila tidak boleh dicampuradukkan, agama berasal dari wahyu sementara ideologi merupakan hasil pemikiran manusia, dan bagaimanapun juga sebuah ideologi tidak akan pernah mencapai derajat ke tingkat agama. Umat Islam boleh berideologi apa saja asalkan ideologinya itu tidak bertentangan dengan ajaran agamanya. 

Agama bisa dimasukkan dalam AD/ART pasal aqidah, sementara Pancasila diletakkan pada pasal asas, dan sangat jelas bahwa aqidah mempunyai posisi yang lebih tinggi daripada asas. Kedua, sebagai komitmen kebangsaannya, KH. Achmad Siddiq mampu membawa NU keluar dari politik praktis (khittah 1926). Pernyataannya yang paling jelas adalah NU tidak ke mana-mana, tetapi ada di mana-mana , artinya NU kembali sebagai organisasi keagamaan (jam'iyyah diniyyah) dan semua warga NU tidak harus menunjukkan aspirasi politiknya pada satu partai, tetapi bebas menentukan pilihan politiknya sesuai dengan hati nuraninya dengan tetap menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran dan keadilan.

Sampai sekarang Fikrah Nahdiyah dan khitthah Nahdiyah karya KH.Achmad Siddiq masih menjadi pemandu utama PBNU untuk menentukan langkahnya,begitu juga dengan konsep ukhuwahnya. Beliau meninggal pada 23 Januari 1991 dan dimakamkan di Kompleks Makam Auliya' Tambak Mojo, Kediri di samping sahabatnya KH. Chamim Thohari Djazuli (Gus Miek).

BACA JUGA POSTINGAN LAINNYA: