Akhir-akhir ini kita dihebohkan trend Fashion Week oleh bocil dan anak-anak muda nanggung dari Depok Citayam, Bojong Dede atau daerah pinggiran Jakarta lainnya, banyak kekhawatiran terhadap trend muda mudi ini, hal itu wajar.

Saya melihatnya lebih kepada kritik sosial, bentuk sarkas fenomena yang ada, anak-anak muda yang norak-norak sebetulnya sedang berbicara bahwa untuk trendy ga harus mahal, tidak harus nunggu banyak duit dulu baru bergaya, lihat saja di tiktok, kacamata cengdem alias goceng adem, baju boleh minjem tetangga atau COD Shopee, sepatu 100rb, topi 30rb dst, apa yang mau dibanggakan coba.

Ada satu pesan yang saya tangkap dari kegiatan Citayam Fashion Week itu, bahwa untuk bahagia ga perlu mahal, menurut saya biarkan saja selama ga offside saja, seperti Narkoba, seks bebas dan tidak melanggar aturan UU yang berlaku seperti taat prokes kesehatan, membuat macet dll.

Sejak lama kita terlalu serius mengikuti aturan PPKM, prokes, kesulitan masuk mall dll, seiring banyaknya ruang publik yang dibangun Pemprov Jakarta, semakin banyak cara memanfaatkan ruang untuk giat positif lainnya, di Hingkong itu ada ruang-ruang publik namanya jembatan Mengkong dan lapangan Victoria, setiap akhir pekan dijadikan tempat berkumpul warga Hongkong dan para TKW Indonesia, di sana mereka menggelar pengajian makan-makan, atau sekedar berkumpul dengan teman seperjuangan dll.

Biarkan mereka bahagia dengan mengekspresikan caranya, tinggal awasi yang mulai offside, seperti kampanye eLGiBiTi, nyopet, ajang sarana politik praktis dan menyebarkan fitnah dan kebencian dll. Toh pada akhirnya trend Citayam Fashion Week bakal bernasib anget-anget tai ayam, bakal pudar dengan sendirinya.

BACA JUGA POSTINGAN LAINNYA: